Rupiah Kian Terpuruk, Rabu Sore Anjlok Jadi Rp15.719 per Dolar AS

Ilustrasi - Pegawai menunjukkan mata uang rupiah dan dolar AS di salah satu gerai penukaran mata uang di Jakarta (Antarafoto/Indrianto Eko Suwarso/YU/aa)

Editor: Yoyok - Rabu, 28 Desember 2022 | 16:30 WIB

Sariagri - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kian terpuruk di pasar spot pada akhir perdagangan hari ini. Kamis (28/12/2022) sore, kurs mata uang Garuda anjlok 57 poin atau 0,36 persen menjadi Rp15.719 dibandingkan posisi sehari sebelumnya Rp15.663 per dolar AS.

Hingga pukul 15.00 WIB, mayoritas mata uang di Asia juga kalah melawan dolar AS, kecuali dolar Hong Kong menguat 0,16 persen, won Korsel menguat 0,26 persen, dan ringgit Malaysia naik 0,02 persen.

Sementara yen Jepang melemah 0,38 persen, dolar Singapura turun 0,01 persen, dolar Taiwan melemah 0,15 persen, peso Filipina tergerus 0,49 persen, rupee India turun 0,06 persen, yuan China melemah 0,17 persen, dan baht Thailand melemah 0,14 persen.

Sebelumnya, pengamat pasar uang Ariston Tjendra menyatakan nilai tukar rupiah seharusnya bisa menguat dengan dukungan kabar baik dari China yang menghentikan kebijakan Zero-Covid.

China mengatakan akan membatalkan aturan karantina Covid-19 untuk pelancong yang masuk. Hal itu merupakan langkah besar dalam membuka kembali perbatasannya di tengah kasus Covid-19 yang melonjak.

China akan berhenti mewajibkan pelancong yang tiba untuk melakukan karantina mulai 8 Januari, kata Komisi Kesehatan Nasional, Senin (26/12). Pada saat yang sama Beijing menurunkan peraturan untuk menangani kasus Covid ke Kategori B yang lebih ringan dari Kategori A tingkat atas.

"Tapi di sisi lain, kekhawatiran kebijakan suku bunga tinggi bakal menekan perekonomian bisa memberikan sentimen negatif ke rupiah," ujar Ariston.

Baca Juga: Rupiah Kian Terpuruk, Rabu Sore Anjlok Jadi Rp15.719 per Dolar AS
Sejumlah Mata Uang Asia Lunglai, Rupiah Turun Jadi Rp15.663 per Dolar AS

Data yang dirilis pada akhir pekan lalu menunjukkan belanja konsumen AS hampir tidak naik pada November sementara inflasi semakin menurun, yang memperkuat ekspektasi bahwa Federal Reserve (Fed) dapat mengurangi pengetatan kebijakan moneter yang agresif.

Sebelumnya pejabat The Fed termasuk Ketua Jerome Powell menekankan bahwa pengetatan kebijakan akan diperpanjang, dengan suku bunga terminal yang lebih tinggi, yang memicu kekhawatiran perlambatan AS.