Rupiah Akhir Pekan Ini Diperkirakan Masih Tertekan Sentimen Fed

Ilustrasi: Lembaran dolar AS dan rupiah Lembaran mata uang rupiah dan dolar AS. (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/pri)

Editor: Yoyok - Jumat, 24 Juni 2022 | 09:45 WIB

Sariagri - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Jumat (24/6) pagi melemah 4 poin atau 0,03 persen ke posisi Rp14.845 per dolar Amerika Serikat (AS) dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp14.841 per dolar AS.

Pengamat pasar uang, Ariston Tjendra, menyatakan nilai tukar rupiah pada akhir pekan ini masih berpotensi tertekan terhadap dolar AS, tapi masih bergerak di kisaran yang tidak jauh berbeda dari perdagangan sebelumnya. 

“Tekanan masih karena sentimen the Fed dimana Gubernur Jerome Powell semalam di hadapan anggota komite jasa keuangan DPR AS, menegaskan komitmennya untuk mengendalikan inflasi dengan kebijakan pengetatan moneter yang agresif,” ujarnya. 

Ariston Menambahkan di satu sisi, Bank Indonesia masih belum menaikan tingkat suku bunga acuannya sehingga gap suku bunga acuan AS dan BI bisa makin menyempit dan ini bisa memberikan tekanan ke rupiah.

“Di sisi lain, pagi ini sentimen pasar kelihatan lebih positif terhadap aset berisiko. Indeks saham Asia dibuka menguat. Ini mungkin bisa membantu penguatan rupiah di awal perdagangan hari ini,” ujarnya.

Ariston memperkirakan rupiah hari ini bepotensi bergerak dalam kisaran Rp14.800-Rp14.860 per dolar AS.

Sementara itu, euro tergelincir pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB), karena data PMI Jerman dan Prancis yang lebih lemah dari perkiraan mendorong para pedagang memangkas taruhan kenaikan suku bunga besar dari Bank Sentral Eropa (ECB).

Di sisi lain, dolar menguat terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya, karena selera risiko memburuk, dengan obligasi pemerintah AS yang aman dalam permintaan di tengah meningkatnya prospek resesi.

Harga-harga yang lebih tinggi di zona euro berarti permintaan untuk barang-barang manufaktur turun pada Juni pada tingkat tercepat sejak Mei 2020 di puncak pandemi virus corona. Indeks Manajer Pembelian (PMI) pabrik dari S&P Global turun ke level terendah hampir dua tahun di 52,0 dari 54,6.

Baca Juga: Rupiah Akhir Pekan Ini Diperkirakan Masih Tertekan Sentimen Fed
Nilai Tukar Rupiah Hari Ini Dibayangi Pengumuman Kebijakan BI

"Rasio (PMI) manufaktur/jasa cenderung menjadi barometer yang baik untuk mata uang pro-siklus. Rasionya telah turun tajam relatif terhadap AS," kata Mazen Issa, ahli strategi senior valas dalam sebuah catatan penelitian.

"Dinamika ini biasanya konsisten dengan ketahanan dolar AS lebih lanjut. Ini dapat didukung ketika kekhawatiran resesi meningkat."